- Back to Home »
- cerita lucu »
- apa mandi lumpur sama saja ?
Posted by : Unknown
Senin, 28 Oktober 2013
Hawa dingin belum beranjak pergi. masih asik menggoda perempuan di balik selimut merah muda. hembusan lembab sisa hujan semalam agaknya ikut serta, memberi kabar bahwa di luar pintu kamar kulit tropis bakal menggigil kedinginan, bisikan itu seperti terkirim dari surgawi rayuan untuk tetap tergulung dibalut rasa. bergumul dengan mereka pemuja kemalasan yang nggak ketulungan.
Harusnya hari ini jadwal memanjakan diri, akhir pekan yang begitu ditunggu telah datang menghampiri. rencana olahraga kiranya urung jua, terbaring di atas kasur busa dengan sprai bergambar kupu-kupu ungu dan biru sepertinya lebih menggiurkan dari pada usaha ngecilin lingkar perut dan betis. toh semalam juga baru nglembur buat makalah individu pendidikan kewarganegaraan nyaris tanpa kata nyenyak tersirat di benak. pantas jika pagi ini berhasrat menghabiskan dengan berpetualang bersama Aladin.
“… Din, ayo jadi nggak joggingnya? keburu siang nih!”, teriakan dari teras kamar berhasil menahan kedua kelopak mata Dini yang hampir kembali mengatup sempurna.
Maklumlah, hidup di kost memang tidak serta merta sendirian walau tanpa memiliki sanak saudara atau teman dari kota asal. sebenarnya adalah suatu perhatian yang lebih dalam sebuah pertemanan jika orang mengajak dalam hal yang menguntungkan.
ingin memalingkan wajah ke tembok menutup telinga dengan bantal rapat-rapat, namun sayang ajakan itu sudah terlanjur di dengar. rasanya tidak tega mengabaikan ajakan Mbak Zizi, dia sudah seperti kakak kandungku sendiri sampai urusan makan pun jika belum denganku belum juga merasa afdol. paksaan menanggalkan selimut dan beringsut menuju gagang pintu dari besi pun masih dingin.
derit lirih menyertai ketika pintu berangsur dibuka. dari balik pintu sudah berdiri Mbak Zizi dengan training setelan krem dengan jilbab rabbani senada. sepatu cat warna biru tua dengan teknik tali temali silang. rapi. wajahnya juga fresh walau yakin Mbak Zizi belum mandi. mungkin sudah sempat facial dan sikat gigi sebelum jamaah solat subuh tadi.
ingin memalingkan wajah ke tembok menutup telinga dengan bantal rapat-rapat, namun sayang ajakan itu sudah terlanjur di dengar. rasanya tidak tega mengabaikan ajakan Mbak Zizi, dia sudah seperti kakak kandungku sendiri sampai urusan makan pun jika belum denganku belum juga merasa afdol. paksaan menanggalkan selimut dan beringsut menuju gagang pintu dari besi pun masih dingin.
derit lirih menyertai ketika pintu berangsur dibuka. dari balik pintu sudah berdiri Mbak Zizi dengan training setelan krem dengan jilbab rabbani senada. sepatu cat warna biru tua dengan teknik tali temali silang. rapi. wajahnya juga fresh walau yakin Mbak Zizi belum mandi. mungkin sudah sempat facial dan sikat gigi sebelum jamaah solat subuh tadi.
“kok balik molor lagi sih, katanya mau olahraga”. spontan kaget ketika melihat wajahku yang redup dengan mata yang kutahan merem, dan atasan mukena masih kukenakan. kulihat kecewa melanda.
“dingin mbak, minggu depan sajalah”. jawabku nyengir tanpa dosa.
“kemarin kamu kan yang pingin jogging, katanya pingin tau CFD. sayangkan kalau disini tahunya Cuma kampus dan kos doing. dingin karena kamu belum gerak, coba kalau olahraga pasti keringetan”.
“dingin mbak, minggu depan sajalah”. jawabku nyengir tanpa dosa.
“kemarin kamu kan yang pingin jogging, katanya pingin tau CFD. sayangkan kalau disini tahunya Cuma kampus dan kos doing. dingin karena kamu belum gerak, coba kalau olahraga pasti keringetan”.
Memang ku akui setiap Mbak Zizi berucap, telinga yang mendengar pastilah tentram. kata dan gaya bahasanya yang kalem membuktikan bahwa benar dia warga asli Solo. dan aku yang rantau jauh-jauh dari jawa timur, belum pernah keluar lebih jauh dari lingkungan kampus dan kos-kosan.
“iya udah deh Mbak, tunggu sebentar ya.
Vario Mbak Zizi melaju, menyapu jalanan yang masih agak gelap di penuhi gumpalan embun bertebaran menutup sinar lampu-lampu kota sehingga terlihat seperti percikan lembut air yang diterbangkan angin. tanaman di pinggir-pinggir trotoar juga masih sibuk gutasi bak terguyur gerimis.
Sebelum memasuki area Car Free Day di sepanjang jalan Slamet Riyadi, Mbak Zizi memarkir Vario-nya di depan sebuah Toko Roti. lalu berjalan menuju jalan satu arah itu.
Mayoritas pengunjung CFD menunggang kendaraan tak bermesin, sehingga pejalan kaki pun jarang. Persewaan sepatu roda, becak mini, dan kereta cinta bertaburan. hampir semua pengunjung membawa piaraan, dari unggas, mamalia, hingga reptil. Lengkap dah. seru.. namun yang paling seru menurutku adalah yang membawa, maupun berjalan diiringi oleh seekor hewan bukan kambing bukan kucing tapi berbulu dan ikut joging. diikat ketat tali kaku di leher, sesekali memamerkan lidahnya.
rasa was-was, menyergap kalbu. sesekali ku toleh ke kanan, kiri, belakang, tak lupa tetap pandangan ke depan.. jangan-jangan tersentuh pakaian, dipeluk dia maka harus repot-repot mandi lumpur hingga 7 kali dong. dalam ajaran islam, liur mereka najis dan baru bisa di anggap suci pada basuhan ke 7, dan padahal salah satunya kudu di membasuh dengan debu suci. rempong banget. ogah ah. males gilaa. pikirku. namun ada hal yang tak dapat aku ingkari aku ingin. orang yang bawa mesti berkulit putih, mata sipit, rambut pirang. kalaupun laki pasti bagus, altletis soalnya diajakin lari-lari.
“aku jadi ingin banget seperti orang itu deh mbak?” aku menunjuk pemilik yang berhenti membeli sebuah ice cream 2. yang satu di leletkan ke anjingnya.
seraya membenarkan jilbab parisnya yang kleweran kesaput angin, Mbak Zizi menjawab celotehku.
“apa kamu bisa pastikan dia baik- baik saja?”
“mungkin. kalau yang kecil, imut imut itu gampang diredam. hmm… tapi mana mungkin takhayulku terkabul. aneh.
Mbak Zizi yang sedari tadi berlari-lari kecil sudah mulai berkeringat. sementara aku yang jalan lambat belum juga meninggalkan kata “dingin” yang juga jalan bersamaku. nafas pendek serasa sempat terhenti bagai tersedak tiba-tiba. Sambil mengusap kening Mbak Zizi mengajukan permintaan padaku. dia akan berhenti di depan gramedia menunggu hingga toko ini buka seraya rehat sebentar. ingin menambah koleksi novel katanya. okelah aku jalan sendiri juga no problem. itung-itung jalan santai kan olahraga. celetuk dalam hati.
“aku jadi ingin banget seperti orang itu deh mbak?” aku menunjuk pemilik yang berhenti membeli sebuah ice cream 2. yang satu di leletkan ke anjingnya.
seraya membenarkan jilbab parisnya yang kleweran kesaput angin, Mbak Zizi menjawab celotehku.
“apa kamu bisa pastikan dia baik- baik saja?”
“mungkin. kalau yang kecil, imut imut itu gampang diredam. hmm… tapi mana mungkin takhayulku terkabul. aneh.
Mbak Zizi yang sedari tadi berlari-lari kecil sudah mulai berkeringat. sementara aku yang jalan lambat belum juga meninggalkan kata “dingin” yang juga jalan bersamaku. nafas pendek serasa sempat terhenti bagai tersedak tiba-tiba. Sambil mengusap kening Mbak Zizi mengajukan permintaan padaku. dia akan berhenti di depan gramedia menunggu hingga toko ini buka seraya rehat sebentar. ingin menambah koleksi novel katanya. okelah aku jalan sendiri juga no problem. itung-itung jalan santai kan olahraga. celetuk dalam hati.
Jalan semakin menjauh dari Mbak Zizi dan sendirian. Terduduk ketika napas tersengat, kembali jalan lagi. Dan itu terus berulang.
“wah.. lucu sekali. aku duduk di samping seorang anak, mungkin SD dia terlihat cina. anjing kecilnya berbulu lebat. mirip kucing anggora sepupuku di Surabaya.
“namanya Geo kak.. dia kerepotan memegang kendali sebuah tali hitam hitam yang di ikat kuat di leher Geo. Geo menarik sekuat tenaga.
“aku capek Geo. aku ingin istirahat dulu… nadanya terengah-engah. anak ini ternyata bernama shiang rumahnya tak jauh dari area itu. dekat kompleks pasar gedhe.
aku jadi ingin menggandeng Geo, bergumam dalam hati. “kakak mau jalan kesana? dia menunjuk ke arah timur. patung gladak.
“iya shiang… aku masih saja mengajak Geo bercanda. Geo yang jinak juga terlihat melompat-lompat kegirangan.
putih bersih bulunya, lembut dan ringan, hingga angin tak susah mengacak-ngacak setiap helainya. Kupandang semakin dalam persis seperti kucing anggora putih.
“gimana kalo Geo ikut kakak ini, nanti kita ketemu di patung gladak mau kah?.. Shiang mengajak bicara Geo. melompat riang. tali hitam tertarik kencang.
“kakak, boleh kah Geo ikut kakak jogging? … aku sadar anjing itu liurnya najis, tapi talinya yang panjang meyakinkan aku untuk tidak mengenai pakaianku.
“oke. nanti bertemu di sana ya Shiang..
“wah.. lucu sekali. aku duduk di samping seorang anak, mungkin SD dia terlihat cina. anjing kecilnya berbulu lebat. mirip kucing anggora sepupuku di Surabaya.
“namanya Geo kak.. dia kerepotan memegang kendali sebuah tali hitam hitam yang di ikat kuat di leher Geo. Geo menarik sekuat tenaga.
“aku capek Geo. aku ingin istirahat dulu… nadanya terengah-engah. anak ini ternyata bernama shiang rumahnya tak jauh dari area itu. dekat kompleks pasar gedhe.
aku jadi ingin menggandeng Geo, bergumam dalam hati. “kakak mau jalan kesana? dia menunjuk ke arah timur. patung gladak.
“iya shiang… aku masih saja mengajak Geo bercanda. Geo yang jinak juga terlihat melompat-lompat kegirangan.
putih bersih bulunya, lembut dan ringan, hingga angin tak susah mengacak-ngacak setiap helainya. Kupandang semakin dalam persis seperti kucing anggora putih.
“gimana kalo Geo ikut kakak ini, nanti kita ketemu di patung gladak mau kah?.. Shiang mengajak bicara Geo. melompat riang. tali hitam tertarik kencang.
“kakak, boleh kah Geo ikut kakak jogging? … aku sadar anjing itu liurnya najis, tapi talinya yang panjang meyakinkan aku untuk tidak mengenai pakaianku.
“oke. nanti bertemu di sana ya Shiang..
aku berjalan sambil berlari riang. namun aneh orang yang aku temui, berpapasan deganku, selalu terbengong. apakah aku salah? apa aku tak pantas jalan bersama Geo, dia kan bersih, tidak menjijikan kok, kutimpuli dengan keyakinan dalam hati pun dia tak bersentuhan langsung denganku, Cuma tali nya yang aku pegang, itu pun lumayan panjang. aku tetap PD dan tenang saja.
Aku lelah berlari, ingin jalan, namun Geo tetap saja ingin berlari, tali hitam yang kukauikan ke tangan kananku menegang. kupungut saja kudekap ke gendongan. bulunya halus, tubuhnya hangat, tak begitu berat. gak masalah.
Orang-orang semakin menjadi, mereka heran entah apa. memandangku tak henti tanpa kedipan. hingga ke patung gladak. bertemu dengan hiang yang katanya tadi naik piet dikayuh bersama mamanya. dia melepas Geo dari gendonganku. aku pun minta pamit. berbalik arah menemui Mbak Zizi di gramedia.
“udah selesai jalan-jalannya?
“udah kok mbak. aku masih engos-engosan.
kusruput abis teh Gopek yang sudah hampir tidak dingin milik mbak Zizi. hingga tinggal sisa es batu yang ku kunyah puas. ketika mau berjalan memasuki gedung gramed. mbak Zizi berkata..
“Dek, itu liur di jilbabmu dibersihkan dulu…
Astagfirulloh haladhim… aku lupa mbak, kenapa aku tadi melepas talinya, menggendong tubuhnya, mengelus bulunya. tanpa sadar itu anjing yang saya pikir kucing. pagi yang masih dingin itu memaksaku untuk mandi besar dengan komposisi 7 kali yang salah satunya membasuh dengan debu suci. tapi dimana dapat ku cari debu itu, bukannya hari musim kemarau sudah berlalu, bahkan semalam pun tak henti hujan menghalau fajar. apa mandi lumpur sama saja?
Orang-orang semakin menjadi, mereka heran entah apa. memandangku tak henti tanpa kedipan. hingga ke patung gladak. bertemu dengan hiang yang katanya tadi naik piet dikayuh bersama mamanya. dia melepas Geo dari gendonganku. aku pun minta pamit. berbalik arah menemui Mbak Zizi di gramedia.
“udah selesai jalan-jalannya?
“udah kok mbak. aku masih engos-engosan.
kusruput abis teh Gopek yang sudah hampir tidak dingin milik mbak Zizi. hingga tinggal sisa es batu yang ku kunyah puas. ketika mau berjalan memasuki gedung gramed. mbak Zizi berkata..
“Dek, itu liur di jilbabmu dibersihkan dulu…
Astagfirulloh haladhim… aku lupa mbak, kenapa aku tadi melepas talinya, menggendong tubuhnya, mengelus bulunya. tanpa sadar itu anjing yang saya pikir kucing. pagi yang masih dingin itu memaksaku untuk mandi besar dengan komposisi 7 kali yang salah satunya membasuh dengan debu suci. tapi dimana dapat ku cari debu itu, bukannya hari musim kemarau sudah berlalu, bahkan semalam pun tak henti hujan menghalau fajar. apa mandi lumpur sama saja?
Surakarta, Agustus 2013
Cerpen Karangan: Syafi Rilla
Facebook: selehgenje
Facebook: selehgenje
Twitter : @Aloerilla
menulis sebuah fiksi merupakan keasikan tersendiri bagiku. sangat membanggakan apabila teman-teman segan membaca apalagi meninggalkan laman ini dengan apresiasi sebuah komentar atau kritikan. sedikit kalimat sangat membangun semangat untuk terus mencoba menulis tanpa ragu. sedekah yang paling berharga ketika sesuatu begitu diharapkan kehadirannya.
menulis sebuah fiksi merupakan keasikan tersendiri bagiku. sangat membanggakan apabila teman-teman segan membaca apalagi meninggalkan laman ini dengan apresiasi sebuah komentar atau kritikan. sedikit kalimat sangat membangun semangat untuk terus mencoba menulis tanpa ragu. sedekah yang paling berharga ketika sesuatu begitu diharapkan kehadirannya.
sumber: via cerpenmu