Archive for 2013
Adab Tidur Sesuai Ajaran Rasulullah SAW
By : Unknown
Adab-adab tidur sesuai ajaran Rasulullah SAW memang sudah sepantasnya kita terapkan. Bila kita mengikuti adabnya, maka Insya Allah tidur kita dinilai ibadah. Apabila tidur kita dinilai ibadah, coba bayangkan berapa banyak pahala yang kita dapatkan seumur hidup dari tidur kita? Katakan kita tidur 8 jam sehari, maka 1/3 dari hari kita gunakan hanya untuk tidur! Kalau ditelusuri terus sampai akhir hidup, maka kita menggunakan 1/3 hidup kita hanya untuk tidur! Maka dari itu kegiatan rutin ini merupakan hal yang sangat penting untuk menerapkan adab sesuai ajaran Rasulullah. Berikut di bawah hadist panduannya :
1. Dianjurkan Berintrospeksi Diri Sebelum Tidur
Berintrospeksi diri (muhasabah) sesaat sebelum tidur. Sangat dianjurkan sekali bagi setiap muslim bermuha-sabah (berintrospeksi diri) sesaat sebelum tidur, menge-valuasi segala perbuatan yang telah ia lakukan di siang hari. Lalu jika ia dapatkan perbuatannya baik maka hendaknya memuji kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala dan jika sebaliknya maka hendaknya segera memohon ampunan-Nya, kembali dan bertobat kepada-Nya.
2. Berwudhu Sebelum Tidur
Kita sebaiknya tidur dalam keadaan sudah berwudhu, sebagaimana hadits: “Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan sholat.” (HR. Al-Bukhari No. 247 dan Muslim No. 2710).
3. Mengibaskan Tempat Tidur Sebelum Tidur
Sebelum tidur, hendaknya mengibaskan tempat tidur (membersihkan tempat tidur dari kotoran). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW : “Jika salah seorang di antara kalian akan tidur, hendaklah mengambil potongan kain dan mengibaskan tempat tidurnya dengan kain tersebut sambil mengucapkan ‘bismillah’, karena ia tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalnya tadi.” (HR. Al Bukhari No. 6320, Muslim No. 2714, At-Tirmidzi No. 3401 dan Abu Dawud No. 5050).
4. Posisi Tidur yang Baik adalah Miring ke Sebelah Kanan
ntuk posisi tidur, sebaiknya posisi tidur di atas sisi sebelah kanan (rusuk kanan sebagai tumpuan). Tidak menjadi masalah jika pada saat tidur nanti posisi kita berubah ke atas sisi kiri. Hal ini berdasarkan sabda Rosululloh: “Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR. Al-Bukhari no. 247 dan Muslim no. 2710). “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam apabila tidur meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanannya.” (HR. Abu Dawud no. 5045, At Tirmidzi No. 3395, Ibnu Majah No. 3877 dan Ibnu Hibban No. 2350).
5. Membaca Do’a Sebelum Tidur
“Bismikaallahumma ahya wa bismika wa amuut”. Yang artinya : Dengan menyebut nama-Mu ya Allah, aku mati dan aku hidup.
6. Apabila Gelisah
Apabila merasa gelisah, risau, merasa takut ketika tidur malam atau merasa kesepian maka dianjurkan sekali baginya untuk berdoa sebagai berikut: “A’udzu bikalimaatillahi attammati min ghadhabihi wa ‘iqaabihi wa syarri ‘ibaadihi wa min hamazaatisysyayaathiin wa ayyahdhuruun.” Yang artinya “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari murka-Nya, siksa-Nya, dari kejahatan hamba-hamba-Nya, dari godaan para syaitan dan dari kedatangan mereka kepadaku.” (HR. Abu Dawud No. 3893, At-Tirmidzi No. 3528 dan lainnya).
7. Tidak Boleh Telanjang
Pada saat tidur tidak boleh telanjang berdasarkan hadits berikut : “Tidak diperbolehkan tidur hanya dengan memakai selimut, tanpa memakai busana apa-apa”. (HR. Muslim).
8. Sesama Jenis Kelamin, Dilarang Tidur Satu Selimut
Laki2 dengan laki2 atau wanita dengan wanita tidak boleh tidur dalam satu selimut seperti hadits berikut : “Tidak diperbolehkan bagi laki-laki tidur berdua (begitu juga wanita) dalam satu selimut”. (HR. Muslim).
9. Makruh tidur tengkurap
Abu Dzar Radhiallaahu anhu menuturkan : Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam pernah lewat melintasi aku, dikala itu aku sedang berbaring tengkurap. Maka Nabi membangunkanku dengan kakinya sambil bersabda : Wahai Junaidab (panggilan Abu Dzar), sesungguhnya berbaring seperti ini (tengkurap) adalah cara berbaringnya penghuni neraka. (H.R. Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
10. Makruh tidur di atas dak terbuka
Karena di dalam hadits yang bersumber dari `Ali bin Syaiban disebutkan bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda : Barangsiapa yang tidur malam di atas atap rumah yang tidak ada penutupnya, maka hilanglah jaminan darinya. (HR. Al-Bukhari di dalam al-Adab al-Mufrad, dan dinilai shahih oleh Al-Albani).
11. Menutup pintu, jendela dan memadamkan api dan lampu sebelum tidur
Dari Jabir Radhiallaahu anhu diriwayatkan bahwa sesung-guhnya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda : Padamkanlah lampu di malam hari apa bila kamu akan tidur, tutuplah pintu, tutuplah rapat-rapat bejana-bejana dan tutuplah makanan dan minuman. (Muttafaq `alaih)
12. Disunnahkan mengusap Wajah dengan Tangan setelah Bangun
Berdasarkan hadits berikut : “Maka bangunlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari tidurnya kemudian duduk sambil mengusap wajah dengan tangannya.” [HR. Muslim No. 763 (182)].
13. Jika Bermimpi Buruk
Jika bermimpi buruk, jangan sekali-kali menceritakannya pada siapapun, kemudian meludah ke kiri tiga kali (diriwayatkan Muslim IV/1772), dan memohon perlindungan kepada Alloh dari godaan syaitan yang terkutuk dan dari keburukan mimpi yang dilihat. (Itu dilakukan sebanyak tiga kali) (diriwayatkan Muslim IV/1772-1773). Hendaknya berpindah posisi tidurnya dari sisi sebelumnya. (diriwayatkan Muslim IV/1773). Atau bangun dan shalat bila mau. (diriwayatkan Muslim IV/1773).
14. Bersiwak Setelah Bangun
Berdasarkan hadits berikut : “Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bangun malam membersihkan mulutnya dengan bersiwak.” (HR. Al Bukhari No. 245 dan Muslim No. 255).
15. Ber-istinsyaq dan ber-istintsaar
Ber-istinsyaq dan ber-istintsaar (menghirup kemudian mengeluarkan atau menyemburkan air dari hidung). “Apabila salah seorang di antara kalian bangun dari tidurnya, maka beristintsaarlah tiga kali karena sesunggguhnya syaitan bermalam di rongga hidungnya.” (HR. Bukhari No. 3295 dan Muslim No. 238).
16. Mencuci Kedua Tangan Tiga Kali
Mencuci kedua tangan tiga kali, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apabila salah seorang di antara kamu bangun tidur, janganlah ia memasukkan tangannya ke dalam bejana, sebelum ia mencucinya tiga kali.” (HR. Al-Bukhari No. 162 dan Muslim No.278).
Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa posisi tidur yang paling baik adalah bertumpu pada sisi kanan tubuh (menghadap ke kanan), dan ternyata hal ini sesuai dengan riset ilmiah yang telah dilakukan oleh beberapa orang. Berdasarkan riset ilmiah, posisi tidur seperti ini lebih menyehatkan daripada tiga posisi yang lain, yaitu tidur telentang , tengkurap, dan tidur dengan bertumpu pada sisi kiri tubuh.
Posisi Telentang : Tidur berbaring dengan posisi telentang kurang sehat, sebab menekan atau menyesakkan tulang punggung, bahkan kadangkala bisa menyebabkan kita ingin ke toilet/WC.
Tidur Tengkurap : Tidur tengkurap atau menelungkup tidak baik untuk pernapasan. Tidak dibenarkan telungkup dengan posisi perut sebagai tumpuannya baik ketika tidur malam atau pun tidur siang. “Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang dimurkai Allah Azza Wa Jalla.” (HR. Abu Dawud dengan sanad yang shohih)
Posisi Kiri : Tidur dengan bertumpu pada sisi kiri badan (menghadap ke kiri) dapat menghimpit posisi jantung sehingga sirkulasi darah terganggu dan pasokan darah ke otak berkurang. Dengan berkurangnya pasokan darah ke otak, tidur pada posisi kiri dapat pula mengakibatkan kita sering mengalami mimpi-mimpi tidak baik (nightmares), serta berjalan dalam keadaan tidur (somnabulisme).
sumber:
http://muhfachrizal.blogspot.com ,
google images
Tag :
info islami,
tinggalah lebih lama
By : Unknown
Tempat ini, aku selalu merindukannya sepanjang tahun, setiap liburan seperti ini aku menyempatkan singgah di rumah nenek karena menariknya di belakang Desa ada Hutan pinus yang selalu membius mataku.
Barisan pohon-pohon pinus yang cantik, udara sebersih embun dan hawa para peri yang kadang membuatku merinding. ibu selalu mengerti kalau aku menyukai tempat ini. aku senang berlama-lama di tempat seperti ini.
“Risaa… turun sebentar nak, ibu punya teh hangat dan semangkuk mie kesukaan mu.” Ibu mengusir lamunanku (lagi).
“iyaa bu… aku turun” aku berteriak sambil mengusap perut.
“oke, hari ini kau turun dalam waktu 3 menit.” Kata ibu sambil melihat jam kulitnya.
“hmmmm…” aku menggumam dengan mulut penuh mie.
“Risa..” suara ibu melembut sambil menatap ku.
“iya bu?…” sepertinya ada sesuatu pikirku.
“kau tahu sabtu malam kau genap berusia 17 tahun?”
“hmmm..” aku hanya mengangguk
“iyaa bu… aku turun” aku berteriak sambil mengusap perut.
“oke, hari ini kau turun dalam waktu 3 menit.” Kata ibu sambil melihat jam kulitnya.
“hmmmm…” aku menggumam dengan mulut penuh mie.
“Risa..” suara ibu melembut sambil menatap ku.
“iya bu?…” sepertinya ada sesuatu pikirku.
“kau tahu sabtu malam kau genap berusia 17 tahun?”
“hmmm..” aku hanya mengangguk
Bagiku perayaan ulang tahun ke-17 tidak terlalu penting. aku hanya butuh doa dari orang-orang yang aku sayangi tidak perlu perayaan-perayaan besar, hadiah-hadiah mewah seperti kebanyakan remaja sepertiku karena menurutku itu hanya membuang-buang tenaga dan juga uang pastinya.
“saat seusiamu ibu sangat dilarang pergi ke hutan oleh nenek, katanya banyak roh-roh jahat di hutan ini.” Ibu bercerita sedikit.
“lalu..?” jawabku santai.
“ibu tau.. kau menyukai tempat ini tapi bisakah kau tidak naik ke hutan pinus sampai akhir minggu ini?”
“uhuk, huk..” aku tersedak, bagaimana mungkin sudah sebesar ini aku masih di larang pergi ke tempat yang ku sukai aku membatin.
Ibu segera mengambilkan ku segelas air putih kemudian menepuk-nepuk pundakku.
“setidaknya kau harus percaya kata ibu!” Ibu meninggalkan ku sendirian dimeja makan.
“lalu..?” jawabku santai.
“ibu tau.. kau menyukai tempat ini tapi bisakah kau tidak naik ke hutan pinus sampai akhir minggu ini?”
“uhuk, huk..” aku tersedak, bagaimana mungkin sudah sebesar ini aku masih di larang pergi ke tempat yang ku sukai aku membatin.
Ibu segera mengambilkan ku segelas air putih kemudian menepuk-nepuk pundakku.
“setidaknya kau harus percaya kata ibu!” Ibu meninggalkan ku sendirian dimeja makan.
Aku berjalan pelan melalui kamar tidurku, berusaha berfikir cuek pada larangan ibu tadi. Sesampainya di kamar aku langsung merebah di tempat tidur mataku tertuju pada jendela kamar yang seperti lukisan hutan pinus tiga dimensi indah sekali.
“mana mungkin di hutan ini banyak roh-roh jahat?” Gumamku dalam hati, aku tambah penasaran. Tak lama malah aku tertidur pulas.
“Risaa..” suara itu lembut sekali seperti alunan angin di padang cemara.
“ya..” aku refleks menengok ke belakang, tidak ada siapa-siapa hanya aku dan puluhan pohon pinus berjejer mengelilingi danau.
“ya..” aku refleks menengok ke belakang, tidak ada siapa-siapa hanya aku dan puluhan pohon pinus berjejer mengelilingi danau.
Aku pun terbangun. Kulihat jam berdetak seimbang di dinding, sudah jam 6 sore pantas saja mimpiku aneh sekali, aku berjalan gontai ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Di sini aku punya seorang teman namanya Tiar umurnya 15 tahun. Ibu bilang kami sepupu jauh. Tiar pernah bercerita bahwa di hutan pinus ini ada sebuah danau dengan pemandangan bak di surga. Sekali lagi, seperti dia sudah pernah ke surga saja. Selesai membersihkan diri aku berjalan santai ke arah meja makan dan sedikit terkejut dengan munculnya Tiar di sebelah kursi makanku.
“hai kak Risa ayo makan sama-sama.” Ajak bocah itu sambil tertawa kecil.
Aku mencoba tersenyum manis, segera duduk dan menyantap hidangan di meja makan ibu tidak melanjutkan lagi pembicaraan tadi siang tentang umurku dan roh-roh apalah itu aku kurang mengerti. Selesai makan aku dan Tiar pergi duduk-duduk di taman belakang.
“kak Risa ingat cerita tentang danau yang aku bicarakan waktu itu?” Tiar mencoba memulai pembicaraan.
“ingat, bagaimana kelanjutan ceritanya?” aku sedikit penasaran.
“kelanjutannya adalah, hari jumat aku akan menelusuri hutan pinus ini bersama kakak sepupuku Kris, apa kak Risa mau ikut?” nada bicaranya mulai berbisik seolah ini misi rahasia.
“ingat, bagaimana kelanjutan ceritanya?” aku sedikit penasaran.
“kelanjutannya adalah, hari jumat aku akan menelusuri hutan pinus ini bersama kakak sepupuku Kris, apa kak Risa mau ikut?” nada bicaranya mulai berbisik seolah ini misi rahasia.
Aku diam dan berfikir sejenak teringat ucapan ibu tadi siang.
“boleh juga, baiklah aku ikut.” Aku menunjukkan senyum termanis.
“yeaahh..” dia memberikan high five dan segera ku sambut.
“yeaahh..” dia memberikan high five dan segera ku sambut.
—
Kulihat lagi ransel ku “semua sudah selesai di pack, aku juga sudah dapat izin menginap di rumah Tiar malam ini walaupun dengan sedikit berbohong pada ibu dengan alasan akan pergi ke rumah Kris di Desa Sebelah.” Gumam ku dalam hati.
—
“kak Risa, kita harus segera tidur supaya besok pagi tidak kesiangan menembus hutan pinus.” Bisik Tiar dengan gayanya yang seperti agen mata-mata”
Aku mengangguk meledek
“hahaha…” kami tertawa keras lalu bergegas tidur.
Aku mengangguk meledek
“hahaha…” kami tertawa keras lalu bergegas tidur.
—
“kalian berdua siap? Kita akan melewati puluhan pohon pinus di depan nanti.” Kata Kris yang bertingkah seperti leader kelompok pencinta alam.
“hmm..” Kami berdua mengangguk yakin.
“hmm..” Kami berdua mengangguk yakin.
Kris sebenarnya anggota Mapala di kampusnya tak heran ranselnya yang paling besar di antara kami bertiga. badannya yang tegap dan gagah membuatku percaya bahwa Kris bisa melindungiku dan Tiar apabila terjadi sesuatu yang tak kami inginkan.
Langkah pertama memasuki hutan kami melewati dua pohon pinus tua yang daunnya sudah terlihat jarang sungguh itu terlihat seperti gerbang bertuliskan “SELAMAT DATANG”. Jalan setapak yang tersamarkan oleh guguran daun-daun pohon pinus di tambah lembabnya struktur tanah membuat kami harus berhati hati agar tidak tergelincir. Tidak lama kami berjalan, dari kejauhan terdengar bunyi gemericik air.
“itu pasti aliran sungai” kata Kris yang berjalan di belakang kami.
“berarti kita sudah lumayan dekat dengan danau itu ya kak?” Tanya Tiar.
“Yap!!!” kami mempercepat langkah masing-masing dan sesampainya di sungai
“lebih baik kita beristirahat sejenak di sini” kata Kris sambil membasuh wajah nya dengan air sungai.
“oke” aku terduduk di bawah pohon pinus yang tinggi nya kurang lebih 25 meter.
“ah aku lelah sekali, kalian enak tenaganya banyak, aku kan masih kecil” Tiar lalu tumbang berbaring di tanah.
“hati hati kalau tiduran di sini bisa jadi banyak ular.” Kris mencoba menasihati Tiar
“berarti kita sudah lumayan dekat dengan danau itu ya kak?” Tanya Tiar.
“Yap!!!” kami mempercepat langkah masing-masing dan sesampainya di sungai
“lebih baik kita beristirahat sejenak di sini” kata Kris sambil membasuh wajah nya dengan air sungai.
“oke” aku terduduk di bawah pohon pinus yang tinggi nya kurang lebih 25 meter.
“ah aku lelah sekali, kalian enak tenaganya banyak, aku kan masih kecil” Tiar lalu tumbang berbaring di tanah.
“hati hati kalau tiduran di sini bisa jadi banyak ular.” Kris mencoba menasihati Tiar
Aku melihat sekeliling, tanah ini indah sekali air sungainya begitu bening lembut turun ke kaki bukit, sejenak teringat ucapan ibu waktu itu.
“mana mungkin di sini ada roh jahat.” Batinku
“mana mungkin di sini ada roh jahat.” Batinku
Kris menghampiri ku perlahan duduk di smping kiri ku “kau tahu Risa? Mereka menyukaimu.”
“apa?” aku menoleh kaget.
Kris hanya tersenyum lalu berdiri “ayo kita lanjutkan perjalanan, hei Tiar!!! apa kau mau tidur di sini sampai malam? Cepat bangun!”
“aahh ka Kris…” tiar sedikit merengek
“apa?” aku menoleh kaget.
Kris hanya tersenyum lalu berdiri “ayo kita lanjutkan perjalanan, hei Tiar!!! apa kau mau tidur di sini sampai malam? Cepat bangun!”
“aahh ka Kris…” tiar sedikit merengek
Kami berjalan menanjak di sebuah bukit yang berjejer pohon pinus tiba-tiba ada suara seperti aliran air dari atas bukit anehnya suara itu terasa semakin mendekat.
“apa itu suara air?” aku bertanya pada Kris.
“bukan, itu angin bersiaplah mereka akan melewatimu” katanya sambil cengengesan
“kreeesssss…” angin menabrak badan badan pohon pinus di sekelilingku, betul angin itu mendekat turun dari atas bukit dan melewati kami.
“hahaha itu asyik sekali” Tiar kegirangan.
“sekali lagi, mereka menyukaimu Risa” bisik Kris untuk kedua kali.
“sebenarnya apa maksudmu?” Tanyaku penasaran.
Lagi-lagi Kris hanya tersenyum lalu berjalan mendahuluiku.
“apa itu suara air?” aku bertanya pada Kris.
“bukan, itu angin bersiaplah mereka akan melewatimu” katanya sambil cengengesan
“kreeesssss…” angin menabrak badan badan pohon pinus di sekelilingku, betul angin itu mendekat turun dari atas bukit dan melewati kami.
“hahaha itu asyik sekali” Tiar kegirangan.
“sekali lagi, mereka menyukaimu Risa” bisik Kris untuk kedua kali.
“sebenarnya apa maksudmu?” Tanyaku penasaran.
Lagi-lagi Kris hanya tersenyum lalu berjalan mendahuluiku.
—
“ini dia…” Kris mempersembahkan semangkuk air tawar raksasa berwarna hijau bening mengkilat di bawah binar sinar matahari,
Aku dengan nafas yang berlarian mencoba menenangkan diri melihat indahnya bayangan pohon-pohon pinus pada cermin tenang itu, sesekali angin menggoyahkan bayangan tanpa merusak cermin
Aku dengan nafas yang berlarian mencoba menenangkan diri melihat indahnya bayangan pohon-pohon pinus pada cermin tenang itu, sesekali angin menggoyahkan bayangan tanpa merusak cermin
Tiba-tiba ada angin berhembus dari ujung danau, dia melewati kami hawa angin ini terasa lain dingin dan sepi tapi aku tidak terlalu menghiraukan perasaan itu.
Lelah sekali rasanya perjalanan tadi aku merebah pada rumput hijau tak berbatu, Kris datang duduk di sampingku. Mataku terpejam, tempat ini tenang sekali terlalu malas untuk mulai menyapa Kris.
Lelah sekali rasanya perjalanan tadi aku merebah pada rumput hijau tak berbatu, Kris datang duduk di sampingku. Mataku terpejam, tempat ini tenang sekali terlalu malas untuk mulai menyapa Kris.
“Risa..” ada suara lembut menyapa ku
“ya..” aku terbangun dan membuka mata.
“kau suka tempat ini kan? Kami juga menyukaimu tinggallah lebih lama di sini kau bisa berimajinasi sepanjang malam dan berlari lari mengejar angin sepanjang terang. Bukankah itu menyenangkan?” dia dengan suara lembut dan beberapa yang lain tersenyum hangat di belakangnya
“ka..lian… siapa?” aku bertanya terbata.
“tidak ada roh jahat di sini Risa, kami hanya membantumu mendapatkan ketenangan, kau suka tempat ini kan? Kami juga menyukaimu tinggalah lebih lama!”
“a.. aku tidak bisa aku sudah berjanji pulang pada ibu.”
“ibu berbeda dengan mu Risa dia tidak mengerti, kau suka tempat ini kan? Kami juga menyukaimu Tinggalah lebih lama!” dia mulai menggenggam tanganku dengan jemarinya yang hangat, wanginya seperti hujan.
“kak Risa ayo pulang, besok ulang tahunmu” suara yang sangat ku kenal, “Tiar? Dimana dia?” aku mencari-cari.
“kau juga tidak begitu menyukai Tiar, kau suka tempat ini kan? Tinggalah lebih lama!” suara nya semakin berat.
“Risa jangan dengarkan dia!” Kris datang dari belakang memelukkku erat.
“kau suka tempat ini kan, tinggalah lebih lama!” tangan nya mencengkram kuat, suara nya semakin berat wajahnya menghitam, sebagian yang lain di belakang meneteskan air liur dari mulut mereka, yang lainnya lagi perutnya membuncit dengan wajah memerah.
Aku ketakutan setengah mati tapi dia mencengkram tanganku kuat sekali, ya tuhan aku harusnya mendengarkan nasihat ibu, aku ingin pulang.
“aku mau pulang, aku tidak suka kalian dan aku tidak mau tinggal!!” aku berteriak sekuat tenaga.
Mata ku terbuka, nafasku tersenggal dan keringat dingin mengucur membasahi pakaian ku,
“Kris..” aku memanggilnya dia masih terduduk di sampingku sama seperti saat aku terpejam.
“apa ku bilang mereka menyukaimu” kris menatap ku seadanya.
“Tiar ayo kita pulang sebentar lagi senja!” Kris berdiri lalu mengulurkan tangannya untuk membantuku bangun.
“oke, lain kali kita ke sini lagi ya!” kata Tiar sambil berlari menghampiri kami.
“ya..” aku terbangun dan membuka mata.
“kau suka tempat ini kan? Kami juga menyukaimu tinggallah lebih lama di sini kau bisa berimajinasi sepanjang malam dan berlari lari mengejar angin sepanjang terang. Bukankah itu menyenangkan?” dia dengan suara lembut dan beberapa yang lain tersenyum hangat di belakangnya
“ka..lian… siapa?” aku bertanya terbata.
“tidak ada roh jahat di sini Risa, kami hanya membantumu mendapatkan ketenangan, kau suka tempat ini kan? Kami juga menyukaimu tinggalah lebih lama!”
“a.. aku tidak bisa aku sudah berjanji pulang pada ibu.”
“ibu berbeda dengan mu Risa dia tidak mengerti, kau suka tempat ini kan? Kami juga menyukaimu Tinggalah lebih lama!” dia mulai menggenggam tanganku dengan jemarinya yang hangat, wanginya seperti hujan.
“kak Risa ayo pulang, besok ulang tahunmu” suara yang sangat ku kenal, “Tiar? Dimana dia?” aku mencari-cari.
“kau juga tidak begitu menyukai Tiar, kau suka tempat ini kan? Tinggalah lebih lama!” suara nya semakin berat.
“Risa jangan dengarkan dia!” Kris datang dari belakang memelukkku erat.
“kau suka tempat ini kan, tinggalah lebih lama!” tangan nya mencengkram kuat, suara nya semakin berat wajahnya menghitam, sebagian yang lain di belakang meneteskan air liur dari mulut mereka, yang lainnya lagi perutnya membuncit dengan wajah memerah.
Aku ketakutan setengah mati tapi dia mencengkram tanganku kuat sekali, ya tuhan aku harusnya mendengarkan nasihat ibu, aku ingin pulang.
“aku mau pulang, aku tidak suka kalian dan aku tidak mau tinggal!!” aku berteriak sekuat tenaga.
Mata ku terbuka, nafasku tersenggal dan keringat dingin mengucur membasahi pakaian ku,
“Kris..” aku memanggilnya dia masih terduduk di sampingku sama seperti saat aku terpejam.
“apa ku bilang mereka menyukaimu” kris menatap ku seadanya.
“Tiar ayo kita pulang sebentar lagi senja!” Kris berdiri lalu mengulurkan tangannya untuk membantuku bangun.
“oke, lain kali kita ke sini lagi ya!” kata Tiar sambil berlari menghampiri kami.
Nafasku masih tersengal. Sedetik aku melihat kebelakang “tinggalah lebih lama!” mereka melambai memanggil.
Cerpen Karangan: Yuliana Nasution
Facebook: Www.facebook.com/liel.princest
Facebook: Www.facebook.com/liel.princest
sumber : via cerpenmu
Tag :
cerita horror,
kematian diatas dendam
By : Unknown
Setelah sang Dosen mengakhiri perkuliahan di hari Rabu siang ini, puluhan mahasiswa dan mahasiswi pun bergegas meninggalkan ruangan dengan deret-deret kursi yang berada di dalamnya.
“Diandra! Tunggu!!!,” suara Bima terdengar cukup keras memanggil seorang gadis yang berada cukup jauh dari hadapannya, langkah kaki Bima pun dipercepat.
Diandra terhenti, lalu ia menoleh ke belakang, dilihat seorang lelaki yang berlari menghampirinya. “Eh, Bima… ada apa?,” tanya Diandra pada Bima yang kini hanya terpaut dua langkah saja. Bima tak langsung menjawab pertanyaan Diandra tersebut, ia mengatur ritme napasnya terlebih dahulu.
“Ada apa Bim?,” Diandra kembali bertanya.
“Begini… aku mau tanya sama kamu, kenapa Maya nggak masuk kuliah hari ini?, dari kemarin juga nggak ada kabar sama sekali.”
“Aku nggak tahu Bim,” ucap Diandra singkat.
“Kamu kan, sahabatnya?,”
“Iya, tapi aku bener-bener nggak tahu Bima. Dari hari kemarin, aku juga nggak ketemu sama Maya,” jelas Diandra meyakinkan.
“Hmm… o, ya, sekarang aku mau ke kosan Maya. Kamu mau ikut?,” ajak Bima pada gadis berambut lurus sebahu itu.
“Aku nggak bisa.”
“Kalau begitu, aku duluan ya… bye!,” seru Bima dan akhirnya melenggang pergi.
“Asal kamu tahu Bim, MAYA UDAH MATI!!!,”
“Diandra! Tunggu!!!,” suara Bima terdengar cukup keras memanggil seorang gadis yang berada cukup jauh dari hadapannya, langkah kaki Bima pun dipercepat.
Diandra terhenti, lalu ia menoleh ke belakang, dilihat seorang lelaki yang berlari menghampirinya. “Eh, Bima… ada apa?,” tanya Diandra pada Bima yang kini hanya terpaut dua langkah saja. Bima tak langsung menjawab pertanyaan Diandra tersebut, ia mengatur ritme napasnya terlebih dahulu.
“Ada apa Bim?,” Diandra kembali bertanya.
“Begini… aku mau tanya sama kamu, kenapa Maya nggak masuk kuliah hari ini?, dari kemarin juga nggak ada kabar sama sekali.”
“Aku nggak tahu Bim,” ucap Diandra singkat.
“Kamu kan, sahabatnya?,”
“Iya, tapi aku bener-bener nggak tahu Bima. Dari hari kemarin, aku juga nggak ketemu sama Maya,” jelas Diandra meyakinkan.
“Hmm… o, ya, sekarang aku mau ke kosan Maya. Kamu mau ikut?,” ajak Bima pada gadis berambut lurus sebahu itu.
“Aku nggak bisa.”
“Kalau begitu, aku duluan ya… bye!,” seru Bima dan akhirnya melenggang pergi.
“Asal kamu tahu Bim, MAYA UDAH MATI!!!,”
—
Diandra Alexa. Gadis berusia 19 tahun-an ini memiliki wajah oriental, dengan mata sipit, hidung mungil ditambah kuning langsat yang mewarnai kulit mulusnya. Sejak dua tahun yang lalu, Diandra telah terdaftar sebagai mahasiswi jurusan teknik kimia di sebuah Universitas swasta yang ada di kota Bandung.
Masih lekat di ingatannya, saat Maya menggandeng mesra lengan Bima. Ya, sekitar 3 hari yang lalu, lebih tepatnya hari Sabtu; malam Minggu. Kejadian itu tak henti terbayang dalam pikirannya, seperti roll film yang diputar terus menerus.
Masih lekat di ingatannya, saat Maya menggandeng mesra lengan Bima. Ya, sekitar 3 hari yang lalu, lebih tepatnya hari Sabtu; malam Minggu. Kejadian itu tak henti terbayang dalam pikirannya, seperti roll film yang diputar terus menerus.
“Diandra?, ternyata… kamu juga disini?,” tegur Maya.
“Eh, iya May… silahkan duduk!,” jawab Diandra sembari tersenyum—SENYUMAN PALSU!.
“Maaf Diandra… aku dan Bima mau duduk disana!,” balas Maya sambil menunjuk sebuah tempat dan akhirnya berlalu.
“Eh, iya May… silahkan duduk!,” jawab Diandra sembari tersenyum—SENYUMAN PALSU!.
“Maaf Diandra… aku dan Bima mau duduk disana!,” balas Maya sambil menunjuk sebuah tempat dan akhirnya berlalu.
Sepenggal malam di Café ini, tak mungkin Diandra lupakan—TAK AKAN PERNAH!!!. Bagaimana tidak, Bima adalah lelaki yang ia cintai, sedang gadis cantik nan anggun itu ialah sahabatnya.
Diandra tak pernah menceritakan tentang perasaannya pada siapa pun, termasuk Maya. Begitu juga sebaliknya, Maya tak pernah bercerita tentang perasaan yang sama dengan Diandra. Tahu-tahu… Maya dan Bima sudah jadian!, ouhhhh hebat!!!.
“Aku nggak akan pernah biarkan kamu hidup bahagia!, dan Bima akan jadi milik ku!, camkan itu!!!,” kata-kata yang selalu memberontak dalam batin Diandra. Api kebencian baru saja membara.
Diandra tak pernah menceritakan tentang perasaannya pada siapa pun, termasuk Maya. Begitu juga sebaliknya, Maya tak pernah bercerita tentang perasaan yang sama dengan Diandra. Tahu-tahu… Maya dan Bima sudah jadian!, ouhhhh hebat!!!.
“Aku nggak akan pernah biarkan kamu hidup bahagia!, dan Bima akan jadi milik ku!, camkan itu!!!,” kata-kata yang selalu memberontak dalam batin Diandra. Api kebencian baru saja membara.
Pada hari Senin, setelah kejadian malam itu. Tepat pukul 20.30 WIB, Diandra pergi ke kosan Maya.
“Tok… tok… tok…” pintu ber-cat cokelat itu Diandra ketuk berulang kali. Sesaat kemudian, pintu pun tersibak.
“Eh… Diandra, mari masuk!,” ajak Maya dengan ramah. Lalu Diandra masuk, kemudian duduk di kursi.
“Sorry, ya… aku telat,” ucap Diandra.
“Iya, gapapa kok, tenang aja lagi… tugas kelompok ini kan dikumpulinnya minggu depan,” jawab Maya.
“Hehehe… iya. Nih, aku bawain kamu juice stroberi!,” seru Diandra, sambil memberikan juice dalam wadah gelas plastik.
“Wii… thank ya,” jawab Maya. Gadis berperawakan bak model ini memang sangat suka dengan juice stroberi. Tanpa waktu lama, Maya pun segera meminum juice tersebut.
Tetapi setelah beberapa teguk, ia meletakan gelas itu ke atas meja. Ia merasa lehernya tercekik begitu kuat, nafasnya pun tersengal-sengal. Akhirnya ia tak bisa bernafas sama sekali dan mata belo itu melotot sempurna.
“Hahaha… ternyata semudah itu melenyapkan kamu dari dunia ini!. MATI SEKARANG KAMU MAY!!!, hahaha…” ucap Diandra penuh kepuasan. Lalu Diandra, menggusur tubuh Maya dan dibiarkan tergeletak di lantai kamarnya. Tak lupa ia memakai sarung tangan yang sangat tipis untuk menghilangkan sidik jarinya. Kemudian, Diandra mengeluarkan sebotol racun yang ada di saku celana jeans-nya dan di letak kan tak jauh dari samping Maya. Sementara juice tadi, ia tumpahkan di dekat lantai dan sebagiannya lagi di atas dada sahabatnya itu, serta wadahnya ia letak kan di lantai juga.
“Huh… beres!!!,” seru Diandra dan senyuman manis tersungging lebar di bibir tipisnya.
Diandra pun segera bergegas pergi meninggalkan Maya yang sudah tak bernyawa. Hati nurani telah ternoda tinta hitam kebencian. Gelora dendam dalam jiwa, berujung KEMATIAN!!!.
“Tok… tok… tok…” pintu ber-cat cokelat itu Diandra ketuk berulang kali. Sesaat kemudian, pintu pun tersibak.
“Eh… Diandra, mari masuk!,” ajak Maya dengan ramah. Lalu Diandra masuk, kemudian duduk di kursi.
“Sorry, ya… aku telat,” ucap Diandra.
“Iya, gapapa kok, tenang aja lagi… tugas kelompok ini kan dikumpulinnya minggu depan,” jawab Maya.
“Hehehe… iya. Nih, aku bawain kamu juice stroberi!,” seru Diandra, sambil memberikan juice dalam wadah gelas plastik.
“Wii… thank ya,” jawab Maya. Gadis berperawakan bak model ini memang sangat suka dengan juice stroberi. Tanpa waktu lama, Maya pun segera meminum juice tersebut.
Tetapi setelah beberapa teguk, ia meletakan gelas itu ke atas meja. Ia merasa lehernya tercekik begitu kuat, nafasnya pun tersengal-sengal. Akhirnya ia tak bisa bernafas sama sekali dan mata belo itu melotot sempurna.
“Hahaha… ternyata semudah itu melenyapkan kamu dari dunia ini!. MATI SEKARANG KAMU MAY!!!, hahaha…” ucap Diandra penuh kepuasan. Lalu Diandra, menggusur tubuh Maya dan dibiarkan tergeletak di lantai kamarnya. Tak lupa ia memakai sarung tangan yang sangat tipis untuk menghilangkan sidik jarinya. Kemudian, Diandra mengeluarkan sebotol racun yang ada di saku celana jeans-nya dan di letak kan tak jauh dari samping Maya. Sementara juice tadi, ia tumpahkan di dekat lantai dan sebagiannya lagi di atas dada sahabatnya itu, serta wadahnya ia letak kan di lantai juga.
“Huh… beres!!!,” seru Diandra dan senyuman manis tersungging lebar di bibir tipisnya.
Diandra pun segera bergegas pergi meninggalkan Maya yang sudah tak bernyawa. Hati nurani telah ternoda tinta hitam kebencian. Gelora dendam dalam jiwa, berujung KEMATIAN!!!.
—
Kembali pada Rabu siang,
Langkah Bima terhenti setelah ia melihat kerumunan orang di dekat kosan Maya. “Ada apa ya, pak?, kok banyak orang gini?,”tanya Bima pada seorang bapak berkumis tebal.
“Ada mayat di dalam.”
“Maksud bapak?,” Bima bertanya lagi, ia masih belum mengerti atas perkataan Bapak itu, terlihat dari raut wajah Bima yang sangat kebingungan. Belum sempat bapak berkumis tebal menjawab pertanyaan Bima, beberapa orang polisi membawa sekantung plastik mayat yang berisi, lewat di hadapannya. Bau busuk begitu menusuk hidung, tak heran semua orang yang ada disitu menutup indera penciumannya kuat-kuat, bahkan ada beberapa orang yang muntah-muntah.
“Mayat siapa itu pak?,” Bima kembali bertanya.
“Kalau tidak salah, bernama Maya,” Jawab Bapak itu.
“APA? MAYA?” tubuhnya tiba-tiba terasa sangat lemas, iya tak percaya kekasih yang sangat di cintainya itu, pergi meninggalkan Bima untuk selama-lamanya.
Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Bima pun pergi ke kantor polisi setempat. Tak lupa, ia juga memberitahu Diandra.
Langkah Bima terhenti setelah ia melihat kerumunan orang di dekat kosan Maya. “Ada apa ya, pak?, kok banyak orang gini?,”tanya Bima pada seorang bapak berkumis tebal.
“Ada mayat di dalam.”
“Maksud bapak?,” Bima bertanya lagi, ia masih belum mengerti atas perkataan Bapak itu, terlihat dari raut wajah Bima yang sangat kebingungan. Belum sempat bapak berkumis tebal menjawab pertanyaan Bima, beberapa orang polisi membawa sekantung plastik mayat yang berisi, lewat di hadapannya. Bau busuk begitu menusuk hidung, tak heran semua orang yang ada disitu menutup indera penciumannya kuat-kuat, bahkan ada beberapa orang yang muntah-muntah.
“Mayat siapa itu pak?,” Bima kembali bertanya.
“Kalau tidak salah, bernama Maya,” Jawab Bapak itu.
“APA? MAYA?” tubuhnya tiba-tiba terasa sangat lemas, iya tak percaya kekasih yang sangat di cintainya itu, pergi meninggalkan Bima untuk selama-lamanya.
Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Bima pun pergi ke kantor polisi setempat. Tak lupa, ia juga memberitahu Diandra.
“Menurut hasil otopsi sementara ini, saudari Maya meninggal karena racun sianida. Pada saat di TKP, kami juga menemukan barang bukti berupa botol yang berisi racun tersebut. Kuat dugaan, saudari Maya bunuh diri,” jelas Pak polisi.
“Nggak!!!, Nggak mungkin!!!.” Bima terlihat sangat terpukul atas kepergian Maya.
“Sudahlah Bim, kita harus terima semua ini!, ucap Diandra berusaha menenangkan.
“Nggak!!!, Nggak mungkin!!!.” Bima terlihat sangat terpukul atas kepergian Maya.
“Sudahlah Bim, kita harus terima semua ini!, ucap Diandra berusaha menenangkan.
Hari-hari terus berlalu, kini hanya Diandra-lah yang setia menemani Bima. Perlahan tapi pasti, Bima pun mulai melupakan Maya. Ya, sekarang Bima mencintai Diandra.
Sore yang indah, angin semilir berhembus begitu damai. Rumput taman terhampar hijau.
“Diandra…” ucap Bima lembut.
“Iya, apa Bim?,” tanya Diandra.
“Aku cinta sama kamu, kamu mau jadi pacar aku?,”
Diandra hanya mengangguk. “Akhirnya, kamu jadi milik aku Bim!,” bisik hatinya. Senja yang menjingga, menjadi saksi bisu antara cinta yang baru saja terpadu.
Bima, lelaki yang berbadan tegap itu tak mengetahui bahwa Diandra-lah yang membunuh Maya. Entah apa yang akan dilakukan Bima jika rahasia itu terkuak.
Sore yang indah, angin semilir berhembus begitu damai. Rumput taman terhampar hijau.
“Diandra…” ucap Bima lembut.
“Iya, apa Bim?,” tanya Diandra.
“Aku cinta sama kamu, kamu mau jadi pacar aku?,”
Diandra hanya mengangguk. “Akhirnya, kamu jadi milik aku Bim!,” bisik hatinya. Senja yang menjingga, menjadi saksi bisu antara cinta yang baru saja terpadu.
Bima, lelaki yang berbadan tegap itu tak mengetahui bahwa Diandra-lah yang membunuh Maya. Entah apa yang akan dilakukan Bima jika rahasia itu terkuak.
Malam telah larut, Diandra tak bisa terpejam. Ia mengambil diary yang sudah lama tak di isinya. Tangannya pun mulai melukiskan kata-kata yang tersirat.
“Bima sekarang jadi miliku. Pedahal akulah yang membunuh Maya, mantannya. Ya, sahabatku sendiri!. Hebat kan!!!, kamu boleh bilang aku licik, penghianat dan sebagainya, terserah!!!. Yang penting aku sekarang bahagia, dendamku sudah terbalaskan, dan… sekarang Bima menjadi miliku. Aku memang egois. Aku akui. Aku memang pendendam!, aku juga tak memungkiri. semua yang aku inginkan harus terwujud, bagaimana pun caranya. Bahkan membunuh sekali pun, aku sanggup!,”
Tiba-tiba lampu yang ada di kamarnya mati. Beberapa detik kemudian, menyala lagi… lalu Diandra melihat sesosok wanita di sudut kamarnya. Sosok yang mirip dengan Maya, rambutnya yang panjang menutupi sebagian sisi kiri wajahnya, mata kanannya melotot. Bau bangkai tercium dari makhluk itu.
“Siapa kamu?,” teriak Diandra ketakutan. Tetapi, sosok itu semakin mendekat… medekat!!!, dan terus mendekat!!!.
Diandra semakin ketakutan, wajahnya menjadi pucat pasi. Sosok itu terus mendekat, kedua tangannya dengan kuku yang sangat panjang dan tajam hendak mencekik leher Diandra.
“Bima sekarang jadi miliku. Pedahal akulah yang membunuh Maya, mantannya. Ya, sahabatku sendiri!. Hebat kan!!!, kamu boleh bilang aku licik, penghianat dan sebagainya, terserah!!!. Yang penting aku sekarang bahagia, dendamku sudah terbalaskan, dan… sekarang Bima menjadi miliku. Aku memang egois. Aku akui. Aku memang pendendam!, aku juga tak memungkiri. semua yang aku inginkan harus terwujud, bagaimana pun caranya. Bahkan membunuh sekali pun, aku sanggup!,”
Tiba-tiba lampu yang ada di kamarnya mati. Beberapa detik kemudian, menyala lagi… lalu Diandra melihat sesosok wanita di sudut kamarnya. Sosok yang mirip dengan Maya, rambutnya yang panjang menutupi sebagian sisi kiri wajahnya, mata kanannya melotot. Bau bangkai tercium dari makhluk itu.
“Siapa kamu?,” teriak Diandra ketakutan. Tetapi, sosok itu semakin mendekat… medekat!!!, dan terus mendekat!!!.
Diandra semakin ketakutan, wajahnya menjadi pucat pasi. Sosok itu terus mendekat, kedua tangannya dengan kuku yang sangat panjang dan tajam hendak mencekik leher Diandra.
Dengan sekuat tenaga, Diandra berlari menuruni tangga yang panjang dan meliuk-liuk. Sosok itu terus mengikutinya. Kaki Diandra tersandung pada anak tangga, dan ia pun jatuh. Terguling beberapa kali. Dan “Bukkkk!!!” kepalanya terhantam pada lantai dasar. Diandra meninggal seketika, sementara sosok itu pun menghilang.
Bendera kuning tertancap tegak di depan halaman rumah Diandra, banyak orang di situ. Termasuk Bima.
“Kamu, pacarnya?” tanya ibu Diandra.
“Iya, bu.”
“Ini, ibu temukan Diary Diandra, mungkin kamu harus membacanya.” Ucap ibu itu sambil menyerahkan diary anaknya.
Bima tak percaya, ternyata Diandra-lah pembunuh Maya. Andai Diandra tahu, kebencian adalah awal dari sebuah kehancuran. Membalas dendam tidak akan meyelesaikan masalah. Andai juga Diandra mengerti, mencintailah sekedarnya saja, jangan mencintai seseorang secara berlebihan. Yang jelas!, jangan dibutakan oleh cinta. Mungkin kematian di atas dendam ini pun tak akan pernah terjadi.
“Kamu, pacarnya?” tanya ibu Diandra.
“Iya, bu.”
“Ini, ibu temukan Diary Diandra, mungkin kamu harus membacanya.” Ucap ibu itu sambil menyerahkan diary anaknya.
Bima tak percaya, ternyata Diandra-lah pembunuh Maya. Andai Diandra tahu, kebencian adalah awal dari sebuah kehancuran. Membalas dendam tidak akan meyelesaikan masalah. Andai juga Diandra mengerti, mencintailah sekedarnya saja, jangan mencintai seseorang secara berlebihan. Yang jelas!, jangan dibutakan oleh cinta. Mungkin kematian di atas dendam ini pun tak akan pernah terjadi.
SELESAI
Cerpen Karangan: Iis Kusniawati
Facebook: Iis Kusniawati
Facebook: Iis Kusniawati
sumber : via cerpenmu
Tag :
cerita horror,
kembaran hantu
By : Unknown
“Aaaaaa…” seruku keras.
Aku terbangun dari mimpi burukku. Sebuah mimpi yang selalu sama setiap harinya, membuatku ketakutan setengah mati. Aku mengusap peluh yang terus menetes di keningku. lalu aku menghembuskan nafas kesal.
“Amel.. ada apa, sih” ucap sepupuku yang terbangun. “ng..ng.. nggak kok, nggak papa. udah, kamu tidur aja, Shiel” jawabku. Shiella kemudian mendengus kesal, lalu tidur kembali.
Aku terbangun dari mimpi burukku. Sebuah mimpi yang selalu sama setiap harinya, membuatku ketakutan setengah mati. Aku mengusap peluh yang terus menetes di keningku. lalu aku menghembuskan nafas kesal.
“Amel.. ada apa, sih” ucap sepupuku yang terbangun. “ng..ng.. nggak kok, nggak papa. udah, kamu tidur aja, Shiel” jawabku. Shiella kemudian mendengus kesal, lalu tidur kembali.
“Kenapa ya. Semenjak aku liburan di rumah tante, aku selalu mimpi buruk” ucapku heran.
“Haaaa, jadi, kamu juga mimpi buruk, mel. Aku juga, lho..” ucap Shiella bingung.
Aku mengangkat bahu, lalu menyesap teh ku. Tak kusangka, bayangan seseorang melintas di belakang sepupuku.
Aku tersedak. Bayangan itu, sangat mirip denganku.
“A, a, aaameel, ken, kenappa or, orang itu mir, mirip de, denganmu” ucap Sheilla terbata-bata, sambil menunjuk belakangku. Aku menengok ke belakang.
serentak, kami pun berlari tak tentu arah sabil menjerit. “Aaaaaaa…” ucapku kesakitan. Terlambat. Tubuhku melayang di udara. Aku terjatuh dari anak tangga saat lari menghindari bayangan itu yang terus mengejarku.
“Haaaa, jadi, kamu juga mimpi buruk, mel. Aku juga, lho..” ucap Shiella bingung.
Aku mengangkat bahu, lalu menyesap teh ku. Tak kusangka, bayangan seseorang melintas di belakang sepupuku.
Aku tersedak. Bayangan itu, sangat mirip denganku.
“A, a, aaameel, ken, kenappa or, orang itu mir, mirip de, denganmu” ucap Sheilla terbata-bata, sambil menunjuk belakangku. Aku menengok ke belakang.
serentak, kami pun berlari tak tentu arah sabil menjerit. “Aaaaaaa…” ucapku kesakitan. Terlambat. Tubuhku melayang di udara. Aku terjatuh dari anak tangga saat lari menghindari bayangan itu yang terus mengejarku.
Saat aku sadar, semua orang tengah menangis di sampingku. Kucari-cari sesosok orang yang menyebabkan aku seperti ini, dikejar-kejar bayangan yang baru kutahu adalah saudari kembarku yang dibunuh oleh tanteku.
Dan saat kulihat bayangan tanteku, aku langsung bangkit duduk.
Semua orang tampak terkejut melihat ulahku, apalagi melihat aku yang melotot kepada tanteku.
“Amel…” ucap tanteku bingung.
“Apa yang tante lakukan pada kembaranku, tante.” ucapku.
Tanteku tampak terkejut dengan perkataanku. Mamaku yang tidak tahu kalau aku mempunyai kembaran heran dan bertanya.
Akhirnya aku meenjelaskan semuanya, apa yang dikatakan oleh arwah saudariku pada saat aku tak sadar.
Dan saat kulihat bayangan tanteku, aku langsung bangkit duduk.
Semua orang tampak terkejut melihat ulahku, apalagi melihat aku yang melotot kepada tanteku.
“Amel…” ucap tanteku bingung.
“Apa yang tante lakukan pada kembaranku, tante.” ucapku.
Tanteku tampak terkejut dengan perkataanku. Mamaku yang tidak tahu kalau aku mempunyai kembaran heran dan bertanya.
Akhirnya aku meenjelaskan semuanya, apa yang dikatakan oleh arwah saudariku pada saat aku tak sadar.
Akhirnya, tanteku mengakui semua perbuatannya di masa lalu. Ternyata tanteku membunuh saudariku itu pada saat ia baru lahir, dan mama belum sempat melihatnya. Alasannya, tanteku iri pada mama yang notabene adalah adik kandungnya sendiri.
Tanteku iri pada mama karena mama mendapat suami yang kaya raya. Dia sendiri mendapat suami yang hidupnya pas-pasan.
Pada saat mama hamil dan melahirkan aku dan kembarnku, tanteku mempunyai rencana jahat dan membunuh saudariku.
Tanteku iri pada mama karena mama mendapat suami yang kaya raya. Dia sendiri mendapat suami yang hidupnya pas-pasan.
Pada saat mama hamil dan melahirkan aku dan kembarnku, tanteku mempunyai rencana jahat dan membunuh saudariku.
Tak kusangka, tantekuu sendiri yang membunuh sadariku…
Cerpen Karangan: Sa’diyah Kumaerroh
sumber : via cerpenmu
Tag :
cerita horror,
diary berdarah
By : Unknown
Bel istirahat tanda anak-anak boleh pulang, berbunyi. Anak-anak berhamburan keluar kelas. Tetapi ada 1 anak yang tertinggal di kelas namanya Desy, karena dia harus mengerjakan remidi yang diberikan gurunya.
Setelah remidi dia bergegas keluar kelas. Untuk menuju gerbang sekolah dia harus melewati ayunan berwarna merah. Ketika ia melihat ayunan itu ia melihat diary bersampul cokelat. Desy pun memungut diary itu. Karena sudah terlalu siang, Desy pun memasukan diary itu ke tas ranselnya, dan berjalan pulang.
Di rumah, Desy segera ganti baju dan mengerjakan PR. Tetapi ketika memasukan tangannya ke dalam ransel, Desy pun teringat akan diary itu dan mengambilnya. Ternyata halaman diary itu kosong dan hanya berisi 2 halaman saja. Desy pun meletakan diary itu di atas meja, lalu membuat PR yang belum sempat ia buat.
Besoknya ketika pulang sekolah, tiba-tiba pacarnya, Dylan tiba-tiba memutusnya dengan alasan sudah tidak mencintainya. Dinda pun berlari pulang karena sedih. Di kamarnya dia segera mengambil diary cokelat yang ditemukannya di ayunan. Di diary itu dia menuliskan “aku ingin Dylan kembali mencintaiku lagi.
Tiba-tiba Hp Desy berbunyi tanda ada SMS. Ternyata dari Dylan. Isinya begini “Desy, setelah aku berpikir lagi, aku masih mencintaimu.” Desy senang, tapi dia telah berpikir ingin memutusnya saja.
Setelah berpikir agak lama, dia mulai merasa bahwa diary itu yang menyebabkan Dylan kembali mencintainya. Lalu dia mencoba menulis “semoga Kak Nilson membelikanku boneka beruang besar” tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya. “Masuk.” Seru Desy. Ternyata Kak Nilson membelikannya boneka beruang yang besar.
Setelah Kak Nilson keluar, dia mengisi halaman diary itu. Dan anehnya semua yang dia tuliskan pasti terjadi. Tak hampir 2 halaman pun habis. Tiba tiba dia merasa mengantuk dan tidur.
Besoknya setelah pulang sekolah dia merasa ada yang membisikan agar jangan mengisi diary itu lagi dan mengembalikan ke ayunan. Tapi di hanya mengira halusinasi. Dia pun mengikuti pelajaran dengan baik.
Pulangnya dia melihat. Boneka lucu yang sangat mahal, sehingga tidak mungkin menggunakan uang sakunya. Tetapi dia ingat diary cokelatnya. Dia segera berlari pulang dan menuliskan keinginannya. Ketika bolpointnya diangkat, tiba-tiba dia ditarik masuk ke dalam diary. Lalu dia merasa pusing dan pingsan sesaat. Ketika dia sadar dia sudah berada di ruangan. Dihadapannya ada perempuan yang langsung mencekiknya hingga mati.
Esoknya sang diary kembali mencari tumbal lagi.
The And
Cerpen Karangan: Jessica Pramesti P
sumber :via cerpenmu
Tag :
cerita horror,
samun punya cerita
By : Unknown
Di balik matahari yang mulai mengantuk, di sela-sela jari kaki Gunung Semeru; yang mereka sebut sebagai negeri di atas awan walaupun masih (selalu) di bawah sekotak misteri-Nya.
Seorang pemuda kencing di balik semak.
Pesing tak kentara, baunya tercium sampai Ranu Kumbolo. Surga pun tercemar karena bau pesing itu. Sembari mengutuk dinginnya angin yang baru saja menemaninya pulang turun dari puncak gunung, pemuda itu berbalik dengan selangk*ngan yang masih hina.
Seorang Bapak berumur 40-an menghampirinya; padahal si pemuda belum selesai menarik resleting celana PDL kotornya.
Bajunya coklat kumal tak karuan. Mungkin terbuat dari kulit binatang hewan yang hidup di sekitar sini, pikir si pemuda. Ada sedikit bercak darah kering di lengan baju Bapak itu.
“Dik, lain kali jangan kencing di sini.” Tangan Bapak itu kasar, mungkin karena harus melawan kerasnya alam Semeru; paku Pulau Jawa. Atau mungkin hanya karena terlalu lama memegang kapak untuk mencari kayu bakar untuk makan malam atau untuk sekedar bersenang-senang belaka.
“Ah… oh… i…iya… Pak. Maaf, maaf…” buru-buru pemuda itu menarik resletingnya sampai jari telunjuknya hampir terjepit.
“Nanti yang nungguin marah.”
Pemuda itu agak bergidik mendengar kata ‘nungguin’ walaupun dia tak percaya dengan takhayul.
“Waduh, iya, Pak. Saya nggak akan kencing di sini lagi.”
“Iya, jangan lagi.” Bapak itu menepuk pundak si pemuda dengan ramah. Larunglah niat si pemuda untuk segera kabur dari sana.
Dari teguran halus Si Bapak, datanglah pembicaraan sederhana di sebelah semak tadi: di atas kayu rontok yang sepertinya sudah lama terbaring di sana. Sepuntung Rok*k Gudang Garam Filter menemani bibir kering si pemuda. Asapnya menjadi orang ketiga dari obrolan mereka.
“Bapak mau rok*k?”
“Saya udah lama nggak ngerok*k. Saya udah janji ke istri saya”
“Kalau Bapak punya anak di sini?”
“Punya, tapi sudah meninggal.”
“Wah, maaf, Pak.”
“Sudah, tak apa. Sudah lama sekali lagipula.”
“Kalau istri, Pak?”
“Meninggal bersama kedua anak saya.”
Merasa tak nyaman membicarakan orang yang sudah tidak ada, si pemuda mengalihkan pembicaraan ke hal-hal yang sedang hangat
Wanita, Indonesia, hingga Gayus Tambunan menyangkut dalam satu setengah jam yang tak terasa. Hingga akhirnya si pemuda merasa sudah terlalu senja. Dia harus bertemu temannya di pos awal untuk mengejar kereta.
“Pak, maaf, saya harus ke teman-teman saya. Mereka udah nunggu di bawah.”
“Oh, silahkan, silahkan.”
Si pemuda mengambil ransel-delapan-kiogramnya dan bersiap untuk kembali berangkat. Kembali, merasa tidak enak jika pergi tanpa memberi sebuah ‘pertanyaan penutup’, si pemuda memberi pertanyaan terakhir.
“Oh iya, Pak, maaf, kalau rumah Bapak di mana?”
“Di sana.” Bapak itu menunjuk semak-semak tempat si pemuda kencing tadi.
Cerpen Karangan: Finlan Adhitya Aldan
Blog: Finlanadhitya.blogspot.com
Blog: Finlanadhitya.blogspot.com
sumber : via cerpenmu
Tag :
cerita lucu,
amnesia
By : Unknown
Kalau ditanya apa keinginanku saat ini, pasti dengan yakin bakal kujawab pengen banget amnesia. Kaya’nya seru juga. Nggak tahu, terlalu banyak yang dipikirin, terlalu banyak masalah buat aku ngerasa agak nggak waras.
Handphoneku bergetar pelan, aku melirik ke layarnya sekilas. Vino.
“Halo,” Sahutku.
“Sayang, lagi ngapain?” Aku mencibir dalam hati, pasti ada maunya.
“Lagi kerja lah. Ada apa?” Tanyaku.
“Malam ini aku nggak bisa ikut acara selamatan adikmu ya. Disuruh bos ke luar kota, ada urusan penting,”
“Halo,” Sahutku.
“Sayang, lagi ngapain?” Aku mencibir dalam hati, pasti ada maunya.
“Lagi kerja lah. Ada apa?” Tanyaku.
“Malam ini aku nggak bisa ikut acara selamatan adikmu ya. Disuruh bos ke luar kota, ada urusan penting,”
Nah benar kan dugaanku. Selalu aja kaya’ gitu. Sampai-sampai aku sudah hafal dengan kelakuannya. Yang ada dipikirannya cuma kerja, kerja dan kerja.
Vino selalu menomorduakan aku dalam hal apa aja. Kerjaan, keluarga, temannya, pokoknya semuanya. Anehnya, sampai hari ini aku masih bisa bertahan.
Dulu, aku memang sering ngambek. Tapi lama-lama jadi kebal juga. Jadi sekarang, aku nggak perduli lagi Vino mau ngapain, mau kemana, dll. Mungkin seharusnya aku cari selingkuhan aja.
“Ya sudah nggak apa-apa. Hati–hati aja ya,” Sahutku dingin.
Jadi ingat acara nanti malam. Acara selamatan adikku Rea yang baru menyelesaikan S2 nya sekaligus acara tunangan dengan pacarnya. Seharusnya aku iri dengan acara ini. Tapi berharap Vino memikirkan soal kelanjutan hubunganku sama dia, sama aja kaya’ menunggu matahari jadi dua. Nggak mungkin!
Harapanku cuma satu, mama nggak bandingin aku dan Rea. Wajar aja beda, Rea punya pacar yang kelakuannya manis banget sampai kadang aku jadi eneg atau lebih tepatnya iri. Sedangkan aku cuma punya Vino yang syukur-syukur masih ingat hari ulang tahunku.
Sudah jam dua belas siang, waktunya makan siang. Dulu waktu awal jadian, Vino selalu menjemputku buat makan siang. Sekarang, mimpi kali.
“Sya, mau makan apa?” Teriak Windi dari mejanya.
“Pengen nyobain rumah makan Sunda yang baru tuh,” Sahutku.
“Yang dekat lampu merah?” Aku mengganguk mengiyakan.
“Pengen nyobain rumah makan Sunda yang baru tuh,” Sahutku.
“Yang dekat lampu merah?” Aku mengganguk mengiyakan.
Aku beranjak dari kursiku. Banyak kabel berserakan di lantai. Kok nggak diberesin sih, runtukku dalam hati.
Tiba-tiba kaki kananku tersangkut salah satu kabel. Aku mengangkat kakiku dan berusaha melepaskan kabel yang tersangkut. Baru aja kaki kananku terlepas dari kabel, gantian kaki kiriku yang tersangkut. Dan nggak tahu kenapa, aku kehilangan keseimbangan.
Sekelilingku jadi gelap.
Sekelilingku jadi gelap.
—
Kepalaku pusing. Aku membuka mataku perlahan. Silau, kupejamkan lagi mataku. Nggak lama terdengar suara ribut-ribut. Berisik, nggak tahu apa kepalaku sakit banget.
“Sya, kamu nggak apa-apa?!” Seorang ibu bermake up menor memegang tanganku erat.
“Mbak, apanya yang terasa sakit?” Kali ini seorang cewek berwajah imut mengelus-elus tanganku.
“Mbak, apanya yang terasa sakit?” Kali ini seorang cewek berwajah imut mengelus-elus tanganku.
Aku melihat sekelilingku. Sebenarnya apa yang terjadi, kenapa aku dikerumuni banyak orang?
Duuuh, tiba-tiba kepalaku terasa nyeri. Aku memegang kepalaku. Apa ini? Kenapa kepalaku diperban segala?
Duuuh, tiba-tiba kepalaku terasa nyeri. Aku memegang kepalaku. Apa ini? Kenapa kepalaku diperban segala?
“Jangan dipegang dulu, nak. Nanti jahitannya kebuka,” Aku menatap ibu bermake up menor tadi dengan muka bingung. Siapa orang-orang ini?
“Sya…!” Kali ini seorang cowok dengan dandanan eksekutif muda menyeruak dari kerumunan orang. Nafasnya terengah-engah. Sebelumnya dia mencium tangan ibu bermake menor.
“Sya…!” Kali ini seorang cowok dengan dandanan eksekutif muda menyeruak dari kerumunan orang. Nafasnya terengah-engah. Sebelumnya dia mencium tangan ibu bermake menor.
“Syukurlah kamu sudah sadar,” Cowok itu langsung memelukku. Kontan langsung kudorong dia menjauhiku.
“Kamu siapa?” Tanyaku bingung. Semua yang ada disitu langsung terdiam. Aku menatap mereka satu persatu, kenapa nggak ada seorangpun yang aku kenal?
“Sya, ini aku! Vino, pacar kamu!”
“Kamu siapa?” Tanyaku bingung. Semua yang ada disitu langsung terdiam. Aku menatap mereka satu persatu, kenapa nggak ada seorangpun yang aku kenal?
“Sya, ini aku! Vino, pacar kamu!”
Nampaknya cowok tadi belum menyerah juga. Tadi dia bilang apa? Pacar?! Sejak kapan aku suka tipe cowok kaya’ dia. Cakep sih, tapi mukanya nyebelin banget!
“Sya, ini Vino, pacar kamu. Masa kamu lupa,” Ibu bermake up menor menimpali.
“Sebenarnya kalian siapa?” Tanyaku. Ibu bermake menor langsung menangis. Seketika sekelilingku langsung gaduh, kepalaku jadi pusing lagi. Mendingan aku tidur aja.
“Sebenarnya kalian siapa?” Tanyaku. Ibu bermake menor langsung menangis. Seketika sekelilingku langsung gaduh, kepalaku jadi pusing lagi. Mendingan aku tidur aja.
—
Nampaknya tidurku lumayan lama. Waktu aku bangun, sekelilingku sudah sepi. Yang ada di depanku cuma cewek berwajah imut sedang membaca buku. Aku mencoba membaca judul bukunya, tapi nggak berhasil, pandanganku terasa kabur. Aku berdehem pelan.
“Mbak…” Buru-buru dia menyimpan bukunya.
“Minum ya, mbak,” Katanya sambil menyodorkan gelas berisi minuman kepadaku. Aku meneguknya sedikit.
“Mbak lupa sama aku juga?” Tanyanya sambil menatapku. Aku mengganguk.
“Aku Rea, adik mbak,” Sahutnya. Aku tersenyum.
“Cowok tadi yang ngaku pacarku, siapa dia?” Tanyaku penasaran.
“Itu mas Vino, pacar mbak. Ibu tadi tuh mama kita,” Jelas Rea. Aku melongo. Pacarku?!
“Trus, aku kenapa ada disini?”
“Tadi mbak jatuh di kantor. Kepala mbak kebentur lantai, terus kening mbak juga robek, makanya diperban kaya gini. Kata dokter, mbak kena amnesia ringan,” Jelasnya lagi.
“Minum ya, mbak,” Katanya sambil menyodorkan gelas berisi minuman kepadaku. Aku meneguknya sedikit.
“Mbak lupa sama aku juga?” Tanyanya sambil menatapku. Aku mengganguk.
“Aku Rea, adik mbak,” Sahutnya. Aku tersenyum.
“Cowok tadi yang ngaku pacarku, siapa dia?” Tanyaku penasaran.
“Itu mas Vino, pacar mbak. Ibu tadi tuh mama kita,” Jelas Rea. Aku melongo. Pacarku?!
“Trus, aku kenapa ada disini?”
“Tadi mbak jatuh di kantor. Kepala mbak kebentur lantai, terus kening mbak juga robek, makanya diperban kaya gini. Kata dokter, mbak kena amnesia ringan,” Jelasnya lagi.
Aku terdiam dan berusaha mengingat. Tapi kepalaku malah tambah sakit.
“Sudah, mbak istirahat aja. Aku keluar sebentar ya, mbak. Mau manggil mama dulu. Pokoknya jangan mikirin apa-apa, istirahat aja,” Aku mengganguk sambil tersenyum. Eh… ibu make up menor tadi mamaku?
Aku bangkit dari tempat tidurku. Bosan juga dari tadi tiduran terus. Pintu kamarku tiba-tiba terbuka. Uhhhhhh, cowok yang tadi lagi.
“Ada apa?” Tanyaku cuek. Nggak tahu kenapa aku sebel banget melihat mukanya.
“Sudah baikan?” Tanyanya sambil menghampiriku. Kontan aku langsung mundur, takut dia macam-macam lagi.
“Kamu sama sekali nggak ingat aku?” Tanyanya dengan muka memelas. Aku menggeleng dengan yakin.
“Sudah baikan?” Tanyanya sambil menghampiriku. Kontan aku langsung mundur, takut dia macam-macam lagi.
“Kamu sama sekali nggak ingat aku?” Tanyanya dengan muka memelas. Aku menggeleng dengan yakin.
Dia kemudian sibuk dengan handphonenya. Lalu tiba-tiba dengan muka bersemangat menunjukkan handphonenya kepadaku.
“Ingat nggak sama foto ini,” Aku memicingkan mataku. Foto apaan, nggak jelas.
“Ini kamu, ingat nggak?” Iya juga, memang ada aku di foto itu dan… cowok itu! Kapan aku foto bareng sama dia?
“Terus kenapa?” Tanyaku.
“Percaya kan kalau kita ini memang pacaran,”
“Nggak lah! Mungkin aja kamu ngefans banget sama aku, makanya ada foto kita berdua. Sudah ah, kamu pergi sana. Kepalaku pusing lagi, aku mau tidur dulu,” Usirku.
“Ini kamu, ingat nggak?” Iya juga, memang ada aku di foto itu dan… cowok itu! Kapan aku foto bareng sama dia?
“Terus kenapa?” Tanyaku.
“Percaya kan kalau kita ini memang pacaran,”
“Nggak lah! Mungkin aja kamu ngefans banget sama aku, makanya ada foto kita berdua. Sudah ah, kamu pergi sana. Kepalaku pusing lagi, aku mau tidur dulu,” Usirku.
Aku mendorong cowok itu ke luar kamarku. Menyebalkan lama-lama ngobrol sama dia.
“Sya, aku mohon kasih aku kesempatan buat buktiin kalau aku memang pacarmu,” Dia masih aja terus memohon.
“Eh… dengar ya! Aku nggak ngerasa jadi pacar kamu, terus aku juga nggak pengen jadi pacar kamu. Jadi stop ngomong hal yang aku nggak ngerti!” Duuuh, kepalaku pusing lagi. Sial, nampaknya cowok ini harus kuusir jauh-jauh biar penyakitku nggak kumat terus.
“Kalian kenapa?!” Ibu bermake up menor eh… mamaku sama Rea tiba-tiba muncul.
“Mas Vino gimana sih, kan tadi aku udah bilang jangan ngomong yang nggak-nggak ke mbak Sya,” Marah Rea ke cowok itu. Huuh, rasain!
“Maaf, Re,” Bisik cowok itu pelan.
“Mama bawakan nasi uduk kesukaanmu. Dimakan ya,” Aku menuju tempat tidur dan kembali berbaring. Ibu itu eh… mama menyuapiku.
“Eh… dengar ya! Aku nggak ngerasa jadi pacar kamu, terus aku juga nggak pengen jadi pacar kamu. Jadi stop ngomong hal yang aku nggak ngerti!” Duuuh, kepalaku pusing lagi. Sial, nampaknya cowok ini harus kuusir jauh-jauh biar penyakitku nggak kumat terus.
“Kalian kenapa?!” Ibu bermake up menor eh… mamaku sama Rea tiba-tiba muncul.
“Mas Vino gimana sih, kan tadi aku udah bilang jangan ngomong yang nggak-nggak ke mbak Sya,” Marah Rea ke cowok itu. Huuh, rasain!
“Maaf, Re,” Bisik cowok itu pelan.
“Mama bawakan nasi uduk kesukaanmu. Dimakan ya,” Aku menuju tempat tidur dan kembali berbaring. Ibu itu eh… mama menyuapiku.
Cowok yang dipanggil Rea dengan sebutan mas Vino itu masih sibuk kasak kasuk dengan Rea, nggak tahu apa yang mereka diskusikan. Aku nggak perduli.
“Ma, aku benaran pacaran sama cowok itu ya?” Bisikku perlahan.
“Iya, memangnya kenapa?” Tanya mama masih sambil menyuapiku.
“Kalau gitu mama bilang sama dia, aku mau putus aja,” Mama berhenti menyuapiku.
“Kenapa, nak?” Tanya mama dengan muka serius.
“Nggak mau sama dia, orangnya nyebelin,” Sahutku. Lama mama menatapku.
“Sebenarnya mama nggak boleh ceritain ini. Ini rahasia. Tapi gimana lagi. Sebenarnya malam ini Vino mau melamar kamu, tapi batal gara-gara kajadian ini. Jadi mama mohon, kamu jangan ngomong yang nggak-nggak dulu ya sampai kamu ngerasa baikan,” Kata mama pelan. Duuuh, dilamar sama cowok kaya’ dia? Jangan sampai deh!
“Iya, memangnya kenapa?” Tanya mama masih sambil menyuapiku.
“Kalau gitu mama bilang sama dia, aku mau putus aja,” Mama berhenti menyuapiku.
“Kenapa, nak?” Tanya mama dengan muka serius.
“Nggak mau sama dia, orangnya nyebelin,” Sahutku. Lama mama menatapku.
“Sebenarnya mama nggak boleh ceritain ini. Ini rahasia. Tapi gimana lagi. Sebenarnya malam ini Vino mau melamar kamu, tapi batal gara-gara kajadian ini. Jadi mama mohon, kamu jangan ngomong yang nggak-nggak dulu ya sampai kamu ngerasa baikan,” Kata mama pelan. Duuuh, dilamar sama cowok kaya’ dia? Jangan sampai deh!
Aduh! Kepalaku sakit lagi. Aku menjerit tertahan. Mama nampak panik, Rea dan Vino bergegas menghampiriku. Sekelilingku nampak kabur.
—
Rasanya aku baru bangun dari tidur panjang. Kepalaku terasa berat. Barusan aku seperti mimpi aneh.
“Ini dimana, ma?” Tanyaku perlahan.
“Di rumah sakit. Sudah istirahat aja lagi,” Mama mengelus rambutku. Aku mengedarkan pandanganku. Ada Rea, adikku. Kok ada Vino juga? Katanya malam ini dia mau ke luar kota. Terus acara selamatannya Rea gimana?
“Ma, acara Rea gimana?” Tanyaku panik.
“Jangan dipikirin, acaranya masih bisa diundur kok,” Sahut mama sambil tersenyum. Di belakang mama, Rea dan Vino nampak kasak kusuk. Pandanganku beralih ke Vino. Nggak tahu kenapa dia nampak takut-takut melihatku. Sebenarnya ada apa?
“Katanya mau ke luar kota? Nggak jadi ya?” Tanyaku ke Vino. Lama Vino terdiam. Dia dan Rea saling pandang.
“Nggak jadi, Sya. Diundur sampai kamu sembuh,” Vino kemudian menghampiriku dan mengelus pipiku. Tumben dia jadi perhatian.
“Tadi aku mimpi, masa mama bilang kalau kamu mau ngelamar aku. Aneh banget mimpinya,” Kataku ke Vino. Raut muka Vino langsung berubah, sedang mama dan Rea saling pandang.
“Di rumah sakit. Sudah istirahat aja lagi,” Mama mengelus rambutku. Aku mengedarkan pandanganku. Ada Rea, adikku. Kok ada Vino juga? Katanya malam ini dia mau ke luar kota. Terus acara selamatannya Rea gimana?
“Ma, acara Rea gimana?” Tanyaku panik.
“Jangan dipikirin, acaranya masih bisa diundur kok,” Sahut mama sambil tersenyum. Di belakang mama, Rea dan Vino nampak kasak kusuk. Pandanganku beralih ke Vino. Nggak tahu kenapa dia nampak takut-takut melihatku. Sebenarnya ada apa?
“Katanya mau ke luar kota? Nggak jadi ya?” Tanyaku ke Vino. Lama Vino terdiam. Dia dan Rea saling pandang.
“Nggak jadi, Sya. Diundur sampai kamu sembuh,” Vino kemudian menghampiriku dan mengelus pipiku. Tumben dia jadi perhatian.
“Tadi aku mimpi, masa mama bilang kalau kamu mau ngelamar aku. Aneh banget mimpinya,” Kataku ke Vino. Raut muka Vino langsung berubah, sedang mama dan Rea saling pandang.
Aku menatap mereka satu persatu. Apa aku salah ngomong???
END
Cerpen Karangan: Eva Kurniasari
Blog: vadeliciouslife.blogspot.com
Blog: vadeliciouslife.blogspot.com
sumber : via cerpenmu
Tag :
cerita lucu,